home sweet home

Sabtu, 08 Juni 2013

AKSI-REAKSI "PAYUNG" by Hana Hameed Zahra

Terjebak hujan tadi sore di dalam angkutan kota, memang menyenangkan jika kita mau sedikit saja membuka ruang atas sebuah pemahaman. Sebuah payung basah yang dipegang seorang ibu di depanku, menyatakan dengan gamblang bahwa 'aku' tercipta bukan tanpa satu proses yang 'mendewasakanku'. Bukan tanpa alasan yang tak berkaitrajut satu sama lain.

Dihantar sebuah alasan kebutuhan manusia--yang jelas-jelas merupakan ilmu sosial, fisika-kimia-biologi-matematika rela bercampurpadu dalam proses pengerjaan 'aku' yang hanya sekadar payung. Mengenai 'sendi' yang dipelajari dalam bidang biologi, aneka 'gaya' yang bermuatan fisika, macam campuran bahan agar sesuai porsi 'kadar' kimia, bahkan perhitungan yang tepat antara jarak yang harus diambil di setiap sisi kain, sendi steinless, dan tongkat pegangan berisikan ilmu matematika.

Semua proses pembuatan 'aku' tertuju pada satu 'goal'. Yaitu pemenuhan kebutuhan manusia yang nantinya akan berkaitan bukan hanya dengan ilmu ekonomi--laju permintaan-penawaran, laba-rugi, dll. Namun juga ilmu agama mengenai betapa pentingnya hablumminannaas ditegakkan dalam keseharian kita sebagai individu yang tak mampu hidup tanpa bantuan individu yang lain.

Ternyata, payung bukan hanya tentang fungsi saja, namun juga ikatan persaudaraan. Betapa pembuat, dan penjual--bahkan tukang ojek payung telah memuliakan kita dengan keberadaan benda tersebut. Betapa mereka telah memuliakan kita sesama makhluk Tuhan dalam pemenuhan kebutuhan yang tampak sederhana tersebut. Dalam hal ini, ilmu eksak dan ilmu sosial sama pentingnya dalam merangkai hubungan bernama hablumminannaas yang telah diatur oleh Tuhan dalam Al-Qur'an. Kalau meminjam istilah iklan, 'alami dan ilmiah' keduanya bersatu, bukan begitu?

Sekadar payung pelindung hujan, lagi-lagi, sebuah kesederhanaan yang tak sederhana.

Bogor, 12 Desember 2012

HIKMAH SEBUAH LILIN

Ada cerita bagus ttg seorg gadis lajang yg pindah rumah, dia menemukan penghuni tetangganya adlh keluarga yg miskin, seorg janda dgn 2 anak.

Suatu malam di daerah itu tiba² mati lampu, lalu gadis lajang itu dgn bantuan cahaya dari HP nya mau mengambil lilin di dapur utk dinyalakan, tidak lama kemudian terdengar ada yg mengetuk pintu rumahnya, ternyata yg mengetuk pintu adlh anak dari seblh rumah yg miskin.

Anak itu dgn panik bertanya pada si gadis, "kakak, apakah kamu punya lilin?"
Gadis itu berpikir, "Ternyata mereka sgt miskin sampai lilin aja mereka tak punya?

Θάn Şααt itu si Gadis punya pemikiran lain lagi yaitu JANGAN PINJAMKAN APAPUN PADA MEREKA, daripada nanti jadi satu kebiasaan", maka si gadis berteriak,"TIDAK ADA !!"

Pada saat dia mau menutup pintu, anak yg miskin itu berkata dgn suara yg riang, "Saya sdh duga kakak pasti tdk punya lilin".

Selesai berbicara, anak itu mengeluarkan 2 batang lilin dari dlm sakunya dan berkata,

"Mama & saya khawatir pada kakak, krn kakak tinggal sendirian, apalagi sampai tak mempunyai lilin, maka saya membawakan 2 batang lilin utk kakak."

Di saat itu juga, gadis itu merasa bersalah, dgn hati yg tergugah & linangan airmata, dia memeluk anak kecil itu erat².

Pesan Sederhana Kisah ini JANGANlah Lsg BerPRASANGKA BURUK Pada Seseorang, BELAJARlah BerPIKIR POSITIF dan Giving, krn yang memberi akan menerima (seperti anak kecil itu terima pelukan)

HIKMAH : KISAH BOCAH PEMBELI ICE CREAM

HIKMAH :
KISAH BOCAH PEMBELI ICE CREAM

Kisah inspiratif ini terjadi sudah lama sekali, sekitar tahun 1930-an. Ketika itu harga es krim sundae masih terbilang murah. Suatu hari, seorang bocah laki-laki berumur 10 tahun mendatangi kedai kopi sebuah hotel dan duduk di satu meja. Seorang pelayan menaruh segelas air di depannya.

"Berapa harga es krim sundae?" tanya bocah itu.

"50 sen," jawab si pelayan.

Bocah itu mengeluarkan kepingan uang dari kantong celananya dan menghitungnya. "Hmmm... Kalau es krim yang biasa berapa?" tanyanya lagi.

Saat itu, sudah banyak pelanggan yang menunggu untuk dilayani. Dan si pelayan menjadi tidak sabar. "35 sen," jawabnya dengan kasar.

Bocah itu menghitung uangnya sekali lagi dengan hati-hati. "Aku pesan yang biasa saja," lanjutnya.

Tak lama kemudian, si pelayan membawa pesanan bocah itu dan menaruh bonnya di meja, lalu dia pergi. Setelah menghabiskan es krimnya, ia membayar ke kasir dan pergi. Ketika si pelayan hendak membersihkan meja yang tadi dipakai bocah itu, ia kaget dan mulai menangis. Di samping piring tempat es krim terselip dua koin bernilai 5 sen dan lima koin bernilai 1 sen. Inilah alasannya bocah tadi tidak jadi memesan es krim sundae karena ia ingin memberikan uang tips yang layak kepada si pelayan.

Bukankah kita sering kali bersikap seperti pelayan tadi? Selalu cepat menghakimi orang lain. Selalu melihat suatu keadaan atau kejadian dari satu sisi saja. Sesuatu yang tampak tidak baik di satu sisi belum tentu tidak baik juga di sisi yang lain.

Seperti pada cerita di atas, tindakan si bocah yang membuat si pelayan jengkel ternyata berujung pada maksud dan niat yang baik. Dan, sayangnya, si pelayan terlambat menyadarinya. Nah, sebelum kita mengalami hal yang sama seperti pelayan tadi, mari belajar untuk memahami suatu kejadian atau seseorang dari berbagai sisi, sehingga kita bisa mengambil tindakan atau mengeluarkan perkataan yang tidak akan kita sesali di kemudian hari.

PDCK 18