home sweet home

Sabtu, 12 Juni 2010

my Story part I

Melanjutkan cerita yang kemaren belum sempat aku tulis, rangkum dalam istilah yang mungkin tidak sebenarnya tapi bagiku itu nyata karena yang mengalaminyaa adalah diri saya sendiri, tidak kalian bukan juga orang lain. Itu semua aku yang berjalan dan menapaki dunia tanpa ada gangguan atau paksaan dari orang lain, yang mengakibatkan diriku mundur ataupun menyerah begitu saja. Itulah hidupku, penuh dengan perjuangan, hahaha tertawa sendiri dalam hati itu yang selalu aku lakukan daripada menertawakan orang lain yang belum tentu lebih buruk atau bahkan lebih baik daripada aku. Sebelumnya aku mengawali semua ini dengan bersenang hati menjadikan jalan dimana aku pijak sebagai penerangku yang aku yakini dan aku percaya bahwa ada hal yang tidak diketahui oleh orang lain selain diriku.
Mulai saat itu aku memutuskan untuk menjadi diri yang kuat dan tangguh walaupun terkadang sikap itu sulit untuk aku peroleh, setidaknya aku telah mencoba. Itu yang patut aku bangga dari diriku yang tidak semua orang bias lakukan, mereka hanya bisa memandangku mungkin dengan sebelah mata dan tanpa dengan rasa hormatpun penilaian mereka berjalan menelusuri langkahku. Sejak itulah aku bertekad untuk tetap berpijak dijalanku, yang selama ini terasa berat dan terkadang sulit aku terima. Berawal dari perjuanganku mendaftarkan diri di Universitas ternama Indonesia, terbesar dan mungkin juga tertua karena bahkan orang nusantara tahu keberadaanya, aku tidak pernah tahu kehidupan Jakarta sebelumnya, yang aku tahu hanyalah itu ibukota Negara tempat dimana semua orang mengadu nasib disana, kalaupun tahu juga dari televisi. Dengan persetujuan orang tuaku aku berangkat dan waktu itu kebetulan aku tidak sendiri, bersama kakakku dan kakak iparku.
Berada disana membuatku muak akan asap kendaraan yang tidak berhentinya menguap kesana kemari yang tak pernah aku bayangkan atau pikirkan sebelumnya, padat, panas, ramai dan berpolusi, itulah gambaran yang aku katakana saat itu bahkan mungkin sampai sekarang. Bis mini la pengantarku kesana, naik turun itu dah menjadi hal biasa disana walaupun baru dua hari. Seluk beluk Jakarta aku sudah bisa menghafalnya mulai dari amngkutan kecil sampai bis metromini yang hilir mudik mengantarkan penumpangnya dengan cepat dan tentunya membuat jantung mereka mau copot. Ha, sialan, teriak salah satu penumpang. Ketika itu siang yang panas dan berdebu, aku tidak tahu kalau ada hawa panas merasuk kedalam bisku, ha bisku, bis supirnya kali, bukan pemiliknya” semua perasaan itu campur aduk didalamnya, seperti bertengkar dengan diri sendiri, sudahlah lupakan.
Hari itu pun datang ketika hari dimana aku harus ujian setelah proses yang lama mendaftarkan diri, sejak saat itu pikirku, aku harus belajar dan memulai membuka buku yang sudah lama aku tinggal. Aku buka buku-buku yang sekarang mungkin juga terlihat kusam, tapi aku tak tahu harus bagaiamana lagi, karena pada awalnya aku pikir itu biasa saja tidak memerlukan belajar serius. Pagi hari aku mantapkan diriku untuk berangkat menuju tempat ujianku yang menempuh jarak yang tidak sebentar, butuh 2 jam aku menuju kesana. “Jauh” jalanan sangat macet saat itu, aku takut kalau sampai jam 10 aku tidak tiba disana, mungkin aku gagal sebelum mencoba. Doaku ternyata dikabulkan, tepat kurang 5 menit aku tiba disana, so aku memerlukan persiapan sedikit sebelum masuk dan mengerjakan ujian. Bel berbunyi tanda ujian akan dilaksanakan, dengan perasaan gugup dan tidak karuan aku duduk dibarisan tengah yang telah disediakan oleh panitia. Ruang AC yang sejuk dan bersih membuatku nyaman duduk, pengawas memberiku waktu dan peserta lainnya untuk mengisi formulir berupa nama dan sebagainya.
Tes dimulai, waktu itu ada seratus lima puluh soal yang harus aku kerjakan dalam waktu dua jam, gila” banyak banget” teriakku dalam hati. Soal yang seratus persen bahasa inggris tidak ada contohnya sama sekali, pikiranku bergejolak dan berkata pasti aku bisa mengerjakannya, setelah beberapa menit aku mengerjakannya dengan gampang pada soal pertama dan seterusnya, tapi kemudian aku temui soal-soal yang sulit dan aku sudah berusaha untuk mengerjakannya tapi tetap saja aku bingung dengan kalimat-kalimat itu, akhir yang tidak memuaskan buatku. Daripada kosong mlompong tidak ada isinya aku tekatkan untuk mengarang jawaban itu dengan rumus A B C dan D tentunya atau pakai istilah hitung kancing, hehehe soal benar atau tidaknya aku mengandalkan keberuntunganku, walaupun kadang aku tidak percaya. Setiap detiknya aku berharap ya ilmu pengharapan apa bisa diandalkan, yang ada hanya keraguan dan ketidak pastian yang bergejolak dalam batinku. Bel berbunyi untuk yang kedua kalinya dan itu menandakan selesainya ujian, dan soal yang aku milikipun sudah terselesaikan dengan ketidakyakinan hebat menderaku saat itu. Tapi aku tidak perduli dengan hal itu, aku hanya berdoa semoga aku masuk dan dapat nilai yang membanggakan. Aku kumpulkan dan keluar dari ruangan itu dimana aku harus menelusuri tangga yang lumayan tidak sedikit, aku memutari seluruh kampus dan ku lihat danau disana, danau yang bersih ditengah kampus dan aku lihat banyak orang berlalu-lalang disana, ada yang mancing dan yang hanya sekedar duduk-duduk sambil melihatnya.
Waktu sudah menunjukan pukul dua sore, saatnya pulang dan tidak kemaleman sampai rumah kakakku. Aku duduk dihalte tempat para mahasiswa lainnya menanti untuk pulang setelah kuliah, karena disana disediakan bis sendiri oleh pihak kampus untuk masyarakat sekitar kampus termasuk mahasiswa, begitu juga aku pendatang baru yang sebelumnya tidak tahu akan kampus itu. Bispun datang dan aku siap untuk menaikinnya, diperjalan aku melihat jalanan kota dan terkadang dipinggiran sungai terdapat rumah-rumah kumuh berdiri disana, betapa mirisnya kota yang selama ini dijadikan ibukota Negara. Dijalanan macet dan sampai rumah kakakku kemalaman, so mesti jalan kaki, karena sudah tidak ada lagi angkutan atau bis yang menuju kesana. Jalanan yang berdebu dan sunyi membuatku takut untuk melangkah, tau sendiri keadaan kota, kalau kita tidak hati – hati ya bisa celaka, apalagi buat orang baru seperti aku yang sebelumnya tidak tahu menahu tentang kota Jakarta.
Malam semakin larut ketika sampai dirumah, dingin dan nyamuk terus saja berdengung –dengung ditelingaku membuatku tidak nyenyak untuk tidur. Barulah ketika tengah malam aku bisa memejamkan mataku, hingga adzan subuh memanggilku untuk sholat. Sebulan lebih aku disana, melihat seisi kota Jakarta yang sebenarnya membuatku betah berlama-lama disana walaupun terkadang polusi mengisi seluruh sudut kota. Polusi yang menyebabkan penghijauan tidak berada lagi pada tempatnya bahkan limbah limbah yang dibuang ke sungai memberikan pandangan yang tidak nyaman sama sekali. Adanya penghijauan akhir – akhir ini membuat kota sedikit lebih baik. Aku beranjak dari tidurku dan sadar kalau hari sudah mendekati pengumuman hasil ujian masuk, aku berdoa dan berharap semoga aku masuk. Tapi doa itupun kandas keesokan harinya ketika aku melihat dalam papan pengumuman, namaku tidak tercantum disana dan bahkan sedihnya lagi aku tidak masuk dalam daftar cadangan manapun. Sungguh nasib” pikirku. Aku mencoba untuk tegar dan tidak patah semangat, barangkali mungkin itu bukan jalanku berada disini, saat itu juga aku pulang menelusuri kembali jalanan ibukota, sendirian dan dengan perasaan amburadul, kecewa dan jengkel pada diriku sendiri. Adapun setelahnya aku merasa berpikir kembali dan tidak mau menyalahkan siapapun atas apa yang menimpaku, dijalanan kebun jeruk aku mampir dan makan gado – gado karena perutku saat itu terasa lapar dan perih. Lagipula itu satu – satunya cara untuk menghilangkan rasa kecewa setelah tidak mendapatkan hasil yang baik.
Hampir satu jam aku berjalan sendirian ditrotoar dekat jalan, aku telepon rumah dan mengatakan bahwa aku gagal dalam ujian ini. Yaaku piker itulah cara satu – satunya untuk memberitahu mereka supaya aku juga lega. Setelah sekian kalinnya aku mencoba aku gagal dan jatuh begitu saja, setidaknya aku sudah mencoba tidak ada kata mundur untuk meraihnya. Aku tidak menyesal sedikitpun, yang jelas aku merasa bangga dan percaya pada diriku sendiri bahwa suatu saat nanti aku akan berhasil, ditempat lain, dikampus lain bahkan diwaktu yang lain. Sampai kapanpun aku tidak akan berhenti berusaha mendapatkan apa yang aku inginkan dalam hidupku, mimpi terkadang menjadikanku kuat untuk bertahan. Itulah sebabnya aku tetap berdiri sampai sekarang, seperti gaya – gaya novel yang pernah aku baca nulisku” hehe keseringan sih…