home sweet home

Selasa, 10 Desember 2013

*Sajak Pekerjaan


Nak, jangan jadi pengacara kalau kau tidak kuat.
Membela yang kaya (dan nyata2 salah), kau masuk neraka, meski banyak uangnya.
Membela yang miskin dan papa (nyata2 benar), musuhmu menggunung di dunia, pun miskin pula kau, bujang.
Nasib sekali profesi ini, sama dengan profesi hakim, jaksa dan sebagainya.

Nak, jangan jadi dokter kalau kau tidak tulus.
Susah payah menimba ilmu (mahal pula), kadang hanya dibayar dengan ucapan terimakasih.
Saat hendak menuntut imbalan dan perhatian yang layak dari pemerintah, malah disangka penuntut dan tidak ihklas.
Ini pun serupa dengan bidan dan petugas kesehatan lainnya, mahfumnya demikian.

Nak, jangan jadi guru kalau kau tidak tahan.
Menghabiskan waktu berhari2 mengajari murid2, dianggap memang itulah tugasnya. Biasa sajalah.
Saat murid2nya tidak pintar, bandel, nakal, yang disalahkan adalah gurunya.
Ini pun sama dengan pekerjaan guru ngaji, tutor, dosen dan sebagainya.

Nak, jangan jadi polisi kalau kau tidak gagah perkasa.
Bukan gagah perkasa fisiknya, karena itu memang harus. Tapi gagah perkasa hatinya.
Membela orang salah (tapi berkuasa), kelak teman kau di neraka banyak.
Membela orang benar (tapi lemah), musuh kau di kantor yang bisa jadi banyak sekali.
Ini senasib dengan pekerjaan sipir dan sejenisnya.

Nak, jangan jadi PNS kalau kau tidak mantap, aduh rumit sekali sebutan ini.
Kau kaya disangka korup.
Kau jalan2 di mall disangka kelayapan.
Kau banyak internetan disangka maling waktu.
Padahal boleh jadi ada PNS yang job desc-nya demikian--terlepas yang lebih banyak tidak.
Belum lagi bisik2 dan tatapan2 meremehkan lainnya, kecuali kau mantap, Nak.

Nak, jangan jadi karyawan atau buruh kalau kau tidak sungguh2.
Giat bekerja sesuai waktu memang begitulah SOP dan kebutuhannya.
Diperintah dan disuruh2 sudah resikonya.
Bekerja tiap hari hanya membuat pemilik perusahaan tambah kaya raya.
Seolah terjamin masa tua, digaji mahal, tapi lupa berapa harganya masa muda yang diberikan.
Hanya untuk pensiun dan menerima selembar kertas masa bakti dan ucapan terima kasih.

Aduh, Bapak pusing sekali harus memberi tahu, kelak kau sebaiknya jadi apa.
Sepertinya semua pekerjaan punya resikonya.
Maka baiklah, kita fokus saja pada hal terpentingnya.
Semoga besok lusa kau tumbuh jadi anak yang kuat, tahan banting, tulus, mantap, sungguh2
Maka, apapun profesinya, kau siap
Tetap berdiri tegar dengan pemahaman terbaiknya.

*Tere Liye

*Kau Adalah Wanita Tercantik

*Kau Adalah Wanita Tercantik

Seperti janji matahari
Selalu datang esok pagi
Bagai embun di dedaunan
Bening hati tanpa balasan

Tapi kami
Hanya ingat marah dan larangmu, suruh dan tidakmu
Tapi kami
Lupa sayang dan lembutmu, kasih dan bebanmu

Seperti janji sepotong lilin
Habis terbakar demi terang
Bagai huruf A dalam kata doa
Laksana nada do dalam sebuah lagu
Kau selalu ada dan melengkapi
Kau adalah wanita tercantik… Ibu.

*Tere Liye

*Sahabat baik



Sahabat baik seperti hujan
Yang menyiram lembut tanah gersang nan tandus
Agar tumbuh benih-benih manfaat
Besok lusa tinggi menjulang karena kepedulian
Selalu begitu, tak pernah berhenti

Aduhai,
Sahabat baik bagai weker, dia mengingatkan
Sahabat baik bagai helm, dia melindungi
Pun bagai sapu lidi, tiada guna sapunya kalau hanya sehelai lidi
Sahabat baik adalah segalanya

Dan tentu saja
Dia lebih istimewa dibanding HP, laptop, gagdet kita
Yang pasti dibuang saat rusak atau ketinggalan jaman
Sahabat baik selalu sebaliknya: semakin lama, semakin istimewa
Selalu spesial.

*Tere Liye

Ketika terbiasa bukan berarti tidak sakit

*Ketika terbiasa, bukan berarti tidak sakit

Orang2 yang melatih dirinya menerima pukulan keras di perut, setiap hari dilatih, dilatih, dilatih, maka setelah bertahun2 berlalu, perutnya ternyata bisa menerima pukulan mematikan sekalipun dan dia tetap baik2 saja. Segar bugar. 

Tapi apakah kita bisa menghilangkan fakta: Karena dia sudah terbiasa, maka kita bisa bilang hal itu biasa2 saja baginya? Tidak. Pukulan itu tetap mematikan, menyakitkan. 

Orang2 yang berlatih bersabar, setiap hari dia harus pergi 10 kilometer mengambil air, karena susahnya air bersih di sana, dengan membawa ember di atas kepala. Berjalan tiap pagi, bolak-balik. Bertahun2 berlalu, dia amat terbiasa dgn pekerjaan berat itu. Baik2 saja.

Tapi apakah kita bisa menghilangkan fakta: Karena dia sudah terbiasa, maka kita bisa bilang hal itu biasa2 saja baginya? Tidak. Perjalanan 10 km setiap hari itu tetap melelahkan.

Orang2 yang 'berlatih' makan sekali hanya sehari. Hei, banyak loh orang2 yg hanya makan sekali sehari di kampung2. Bukan karena mereka mau sok hebat bisa begitu, tapi karena memang tidak mampu, jadilah hanya makan sekali sehari. Bertahun2 berlalu, dan dia baik-baik saja. Sehat.

Tapi apakah kita bisa menghilangkan fakta: Karena dia sudah terbiasa, maka kita bisa bilang hal itu biasa2 saja baginya? Tidak. Makan sehari sekali itu tetap kondisi yang menyedihkan.

Manusia adalah mahkluk dengan kemampuan menakjubkan. Mereka beradaptasi begitu baik dengan kondisi apapun. Dalam situasi perang, susah makan, seorang Ibu yang janda bisa terus bertahan menghidupi lima anak2nya. Dalam situasi bencana, kekeringan, kelaparan, seorang Ayah juga tetap bisa bertahan mencari jalan keluar demi keluarganya.

Akan tetapi, ketika seseorang sudah terbiasa atas hal tersebut, maka bukan berarti hal tersebut tidak menyakitkan lagi. Tetap sakit. Tetap berat. Tetap susah hati. Tapi dia telah melampui batas-batasnya. 

Ketika kita sudah terbiasa atas sesuatu, maka bukan berarti hilang hakikat sesuatu tersebut. Kita-lah yang tumbuh lebih tegar. Lebih gagah. Karena jelas, kehidupan ini harus dilewati dengan tegak. Bukan merangkak.

*Tere Liye