Waktu itu aku berjalan tak tentu arah mendatangi kota besar yang selama ini aku tak tahu benar letak semua tempat disana, tapi ku dengan senang hati menjalaninya ya sekedar cari pengalaman di kota besar. Aku berangkat dari Semarang menuju Jakarta pada malam hari cos panggilan itu mendadak adanya, interview yang harus dimulai jam dua siang dan untungnya aku masih diberi kesempatan datang kesana walaupun aku telat karena pada saat itu hujan turun sangat deras di daerah Ancol, seperti dibakar debu yang panas pada saat itu, mungkin juga karena daerah pesisir pantai sehingga hujan turunpun tidak mempengaruhinya tetep aja panas berdebu dan sangat membuatku tidak karuan ada rasa khawatir pada saat itu. Ku nekat ja mulai turun dari Grogol ku menuju Tanjung Priok dan kemudian naik angkot yang menuju Ancol, tadinya sempat dibuat muter – muter ma supirnya tapi untungnya ada yang baik hati menunjukan jalanya dan sekaligus membuat pikiran negatifku terhadap Jakarta yang penuh dengan orang jahat, pencopet, perampok bahkan penjarah yang setiap saat bisa membuat orang – orang baru sepertiku takut untuk datang kesana. Tapi semua itu ternyata tidak sesuai dengan apa yang aku pikirkan, ternyata masih banyak orang ramah disana dan dengan kelembutan hatinya mau menolongku. Terima kasih.
Setelah aku menunjukan alamat yang mau aku tuju, langsung diberikan detail – detail dimana tempat itu berada mulai dari naik angkot yang mana sampai harga yang biasanya ditarik oleh para supirnya. Aku tak pernah menyangka padahal dulu orang – orang bilang, “kamu tu percuma kalau datang kesana ga da orang yang akan memberikanmu jawaban kalau kamu bertanya bahkan kamu akan ditipu habis – habisan”, katanya. Akhirnya pernyataan itu aku buktikan apakah hanya keburuntunganku saja atau memang benar, aku hanya bisa berpikir bahwa di belahan dunia ini pasti masih banyak orang baik yang setiap saat akan menolongku walaupun terkadang susah untuk mencarinya. Itulah yang membuatku terkesan untuk suatu saat nanti pergi kesana bahkan kalau memang memungkinkan kerja disana, aku tak pernah yang merasakan kapok untuk datang kesana. Aku duduk di angkotan dan aku melihat semua orang memandangku “apakah mereka tahu kalau aku orang baru atau orang yang baru pertama kali datang ke Jakarta?” pikirku saat itu. Aku bersikap cuek biarlah orang tahu aku orang baru, lagian mereka bahkan tidak akan perduli dengan adanya alku disitu kecuali kalau aku melakukan tindakan yang memalukan diriku sendiri disana. Tibalah saatnya aku tiiba ditempat yang aku tuju, aku mendatangi supir dan berkata “Hotel Alexis” itulah tujuanku. Pastinya orang – orang berpikir bahwa aku kerja disitu padahal kalau dicermati dan dilihat dengan sungguh – sungguh aku termasuk orang yang tidak sesuai untuk kerja disitu ya berdasarkan pakaian yang aku kenakan. Sangat sangat unformal banget.
Setelah tiba disana aku bertanya kepada seorang wanita yang menjaga parkiran utama samping Hotel Alexis tersebut, orangnya sangat tidak ramah padaku, tidak ada senyum tidak ada gurauan ataupun canda yang Nampak dari wajahnya, hanya wajah murung yang ia perlihatkan padaku dengan omongan yang ketus seperti tidak ada rasa ikhlas ketika menjawab beribu pertanyaan yang aku lontarkan. “kamu prig saja kesana terus lurus nanti ambil kanan” berkatalah dia seperti itu, simple, padat, actual tapi tidak terpercaya, dalam hatiku tertawa kecil sambil ngomong yang ga ga pada mbanya. Aku datang ternyata sudah ada orang disana dan bukan hanya aku yang telat masih ada orang lain lagi yang datang terlambat, untungnya diriku, ya meskipun tadinya aku ngirim sms kepada bapaknya kalau – kalau aku datang terlambat apakah masih dikasih kesempatan untuk interview atau tidak, ternyata masih. “bapak yang baik hati” kataku sambil syum sana sini.
Menunggu dan menunggu yang akhirnya aku lakukan disana ya sama seperti yang lainya, duduk menunggu giliran, sambil nunggu aku dengar ada 2 orang ngomong logat jawa, wah asik ney ternyata jauh – jauh kesana orang jawa juga ketemunya. Ku tertawa renyah bersama mereka sambl ngobrol tentang masa lalu sebelum datang ke Jakarta dan mempertemukan kita disini, da yang dari Solo, Jogja, Surabaya dan aku sendiri dari Semarang walaupun ga asli juga. Aku heran kenapa aku sendiri yang dari fakultas pendidikan, background mereka sastra, duh aku sempat ciut nyaliku membayangkan betapa kecilnya aku disana. Tapi aku tak berkecil hati lagian mereka juga sama – sama kayak aku belum pernah melakukan ataupun mendengar hal seperti ini. Tenang” pikirku. Kesempatan itupun datang inilah giliranku untuk di tes, interview sebentar dan akhirnya the lead of company asked me what I had to do. I dare myself to try translating the movie a new movie that I’d ever watched before, it’s really different. I focused to that movie and step by step begin to translate it, but I’m surrender in the middle of show I can’t. Coz it’s very difficult for me and fast talk that I really didn’t know about it. Finally I gave up and said to him that I can’t, so it meant I didn’t make it. Perhaps, it’s not my chance to work there but I was so happy to have a chance to surround Jakarta by myself and had new experience course.
I went home after taking along to get the bus and I had to turn around the city to reach my sister’s house in Tangerang, so far away from Ancol. At last I came back and took a walk. It’s about 7 pm, the night coming after me. It’s supposed to be late to come home. After spending my time there, I decided to get back to Semarang on Tuesday coz there’s no more I can do there. I took by bus and took by train then.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar